Tanggal 22 Juni
2014, Kantor Berita (Persia) Iran yang dekat dengan Garda Revolusi
mempublikasikan berita yang aneh dan mengejutkan. Disebutkan bahwa Barat
mendukung impian Organisasi Daulah Islam Irak dan Syam (ISIS), yang
dikenal sebagai (DÂ’ISY), dalam pembentukan Khilafah Islam.
Hal ini aneh dan mengejutkan karena
diketahui—kecuali orang dangkal pikirannya—bahwa rezim Iran, sebagaimana
rezim-rezim lainnya di dunia Muslim, adalah harta strategis milik Barat
yang berperan menjadi penghalang umat. Lalu bagaimana hari ini dengan
mudahnya negara-negara Barat melepas proyek Sykes-Picot, yakni
proyek pemecahan umat untuk kepentingan Khilafah? Padahal di antara misi
utama Khilafah adalah menyatukan, bukan membentuk negara serikat
(federal) di antara negeri-negeri Dunia Islam?
Tentu, kita tidak perlu ragu bahwa
kantor berita (Persia) Iran menjelaskan kepada kita tentang sikap negara
Iran terhadap proyek Khilafah. Pasalnya, fakta, data dan sejarah telah
membuktikan hal itu. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa Iran
sedang berusaha untuk mendistorsi Khilafah dan mengaitkan Khilafah
dengan Barat. Dengan begitu terkesan bahwa Barat yang mengusahakan dan
merancang Khilafah. Sungguh, ini benar-benar naif. Bagaimana tidak?
Ada seseorang yang mempercayai bahwa
Barat yang melayangkan pukulan mematikan terhadap kekuatan Khilafah.
Barat mengepung Khilafah di Eropa, namun berhenti di dinding Wina.
Setelah itu Barat mulai menempuh cara keji dan kejam untuk melenyapkan
negara Khilafah. Akhirnya, Barat sukses dengan bantuan beberapa
pengkhianat dari Turki dan Arab dalam menghancurkan negara Khilafah
Utsmani tahun 1924. Lalu tiba-tiba dengan berbagai kebohongan, Kantor
Berita (Persia) Iran memasukkan ke dalam pikiran umat bahwa Barat pula
yang menginginkan bahkan mendukung pembentukan negara Khilafah.
Bagaimana bisa perkataan ini menghapus dari pikiran umat apa yang
dikatakan oleh Lord Curzon, Menteri Luar Negeri Inggris, yang pada masa
pemerintahannya Khilafah diruntuhkan, “Kami telah menghabisi Turki,
yang tidak akan pernah berdiri kembali. Sebab kami menghabisi
kekuatannya yang tercermin dalam dua hal, yaitu Islam dan Khilafah”.
Kami tidak yakin bahwa Kantor Berita
(Persia) ingin mengingatkan umat dari kejatuhan ke dalam perangkap yang
dipasang oleh Amerika, seperti sebelumnya saat umat terperosok ke
dalamnya, yakni pada saat Amerika mendukung Khomeini dalam revolusi yang
oleh umat dikira sebagai revolusi Islam. Namun, revolusi itu pada
kenyataannya telah menghasilkan antek bagi Amerika di Iran sehingga
revolusi itu mengubah rezim Iran dari antek Inggris menjadi antek
Amerika.
Untuk itu seharusnya kita belajar dari
sejarah dan jangan tertipu oleh penampilan palsu. Jika tidak, kita akan
membenarkan bahwa Amerika mendukung oposisi untuk melawan rezim penjahat
Basyar.
Rezim Iran telah berhasil selama
beberapa dekade untuk menyembunyikan posisi dirinya sebagai antek
Amerika dengan mengulang-ulang statemen “setan besar dan poros
kejahatan”. Dengan cara itu, Iran telah menipu tidak sedikit dari
generasi umat ini, termasuk mereka yang menganggap dirinya seorang
analis politik terkemuka. Sebaliknya, Hizbut Tahrir dari saat pertama
sudah menyadari realitas rezim Iran dan republik Islam yang mereka klaim
ketika beberapa orang justru tenggelam dalam euforia Revolusi Iran.
Melalui analisis politiknya, Hizbut Tahrir mengungkapkan secara mendalam
dan mencermati secara mendetail situasi politik di kawasan Timur Tengah
serta pandangannya tentang politik internasional dari perspektif khusus
melalui sudut pandang tertentu. Hizbut Tahrir mengungkap apa yang
terjadi di bawah meja. Pada saat yang sama, beberapa orang bermain-main
dengan pernyataan-pernyataan kosong yang mendustakan kenyataan. Apa yang
terjadi sebelumnya di bawah meja, hari ini mulai terang-benerang
seperti di siang bolong.
Amerika (Setan Besar) telah memberikan
konsesi kepada Iran (negara ketiga dalam poros kejahatan menurut
klasifikasi yang dibuat Amerika). Amerika telah memberi Iran kekuasaan
di Irak, Libanon dan Suriah. Khusus terkait Suriah, Iran secara langsung
mengontrol persenjataan, pendanaan, pelatihan dan peperangannya. Bahkan
kami hampir yakin bahwa Basyar Assad tidak lain hanyalah boneka yang
tidak punya kekuatan apa-apa, selain untuk menjaga kursi hingga
terbentuk antek Amerika yang lain. Hal yang sama terjadi saat Amerika
menduduki Irak untuk diserahkan kepada kelompok Iran. Tujuannya, agar
kelompok ini menjalankan proyek perpecahannya atas Irak, yang mungkin
telah sampai puncaknya melalui tekanan terhadap rezim sektarian Maliki.
Maliki telah menjadi anteknya selama bertahun-tahun. Dia menggunakan
semua kekuatan yang dia miliki untuk melawan kelompok Sunni yang menolak
hidup di bawah rezimnya yang busuk, yang direstui Amerika dan Iran
hingga sekarang.
Posisi Iran sebagai antek Amerika sudah
mulai terungkap bagi mereka yang selama ini penglihatannya kabur.
Semuanya telah menjadi jelas. Adapun untuk mereka yang masih ragu
terhadap posisi Iran, maka perlu dipecahkan dilema yang tercermin dalam
jawaban atas pertanyaan berikut: Bagaimana bisa percaya bahwa Amerika
memusuhi Iran di Suriah, sementara Amerika meminta Iran turut campur
tangan untuk memecahkan masalah Irak?! Kemudian, bukankah Kerry dalam
kunjungan terbatasnya ke Beirut pada tanggal 4 Juni 2014 telah meminta
Hizbullah untuk membantu memecahkan masalah Suriah? Jadi bagaimana ia
menjadi bagian dari masalah, sedangkan pada saat yang sama ia menjadi
bagian dari solusi?
Pada hari Jumat (27/6), Juru Bicara
Amerika, Marie Harff menjelaskan, “Washington percaya bahwa Iran berbeda
dengan Suriah.” Artinya, Iran dapat memainkan peran konstruktif dalam
menstabilkan situasi di Irak jika Teheran telah mengambil
langkah-langkah ke arah pembentukan pemerintahan inklusif.
Hamid Abu Thalibi, wakil politik di
Kantor Presiden Iran Hassan Rohani, mengatakan, “Ada peluang kerjasama
diplomatik antara Iran dan Amerika Serikat tentang perkembangan yang
tengah melanda Irak.”
Lalu Presiden Iran Hassan Rohani pada
tanggal 14 Juni 2014 mengatakan dalam konferensi pers, “Dalam hal
Amerika Serikat melakukan campur tangan atas perang melawan (DÂ’ISY) di
Irak, Teheran akan mempertimbangkan kerjasama dengan Amerika Serikat.”
Hal yang paling aneh terkait
perkembangan yang sedang berlangsung sehubungan dengan meningkatnya
hubungan Amerika Serikat-Iran adalah penggunaan istilah “perang melawan
terorisme” oleh Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, pada Sabtu (28/6).
Saat itu ia mengatakan terkait apa yang terjadi di Irak, “Apa yang
tengah terjadi bukan perang antara Syiah dan Sunni, tetapi merupakan
perang antara teroris dan para penentang terorisme.”
Dengan demikian terorisme yang telah
disematkan oleh Amerika terhadap rezim Iran berubah sesuai kepentingan
menjadi terorisme yang sejenis, yang disematkan oleh Pemimpin Tertinggi
Iran terhadap sebuah faksi umat yang melawan rezim represif yang
didirikan oleh Amerika Serikat di Irak!
Jadi, apa yang kita pahami dari
pembicaraan Kantor Berita (Persia) adalah deklarasi kesiapan Republik
Iran untuk melakukan peran yang telah dipersiapkan sejak berdirinya
(Republik Islam) di Iran. Artinya, Iran akan menjadi ujung tombak yang
dihunuskan saat menghadapi proyek Khilafah yang menghantui Barat,
terutama Amerika. Rezim Iran—yang merupakan proyek istimewa dari kaum
kafir imperialis Barat—ingin menggambarkan kepada umat bahwa proyek
Khilafah yang sedang diperjuangkan oleh umat adalah proyek kaum kafir
imperialis Barat. Karena itu umat harus mengganti simpul tipis yang
ujung-ujung telah robek, sebab ia tidak bisa menipu umat Islam yang
telah menyadari siapa musuh yang sebenanya dan siapa alat-alatnya di
kawasan Timur Tengah.
Para pemilik proyek Khilafah yang
sesungguhnya hendaklah tidak jatuh ke dalam perangkap Amerika ketika
berdiri Negara Islam, juga akhir konflik Sunni-Syiah yang diinginkan
Amerika, dan sudah diusahakan sejak lama. Para pemilik proyek Khilafah
yang sesungguhnya harus menyadari bahwa pertempuran sesungguhnya adalah
dengan Amerika, kaum kafir imperialis Barat, dan anak asuhannya, yaitu
negara parasit Yahudi. [Syarif Zayed/Hizb-ut-tahrir.info, 29/6/2014].
0 comments:
Post a Comment