Belum juga reda kekagetan masyarakat
dengan kejahatan pedofilia di Jakarta International School (JIS),
masyarakat lebih dikejutkan lagi dengan kejahatan sama yang terjadi di
Sukabumi yang dilakukan oleh Emon. Korban Emon si predator itu mencapai
110 orang dan kemungkinan besar masih bisa bertambah. Di tengah berita
itu, Kompas (6/5) melaporkan, seorang pedagang asongan buku dan poster,
Sw (40) ditangkap warga di Terminal Bus Pariwisata Sunan Bonang Tuban
Jatim pada Minggu (4/5) terkait kasus kekerasan seksual pada sembilan
anak.
Homoseksual Mengancam Negeri
Perilaku sodomi sering terkait
dengan tiga jenis laki-laki yaitu gay, waria dan laki-laki berhubungan
seks dengan laki-laki (LSL). Ketiganya pada dasarnya adalah pelaku
homoseksual. Dan semua itu adalah bagian dari perilaku seks menyimpang
yang disebut LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender).
Jumlah pria homoseksual di negeri
ini sendiri tidak ada yang tahu pasti. Menurut perkiraan para ahli dan
badan PBB, dengan memperhitungkan jumlah lelaki dewasa, jumlah LSL di
Indonesia pada 2011 diperkirakan lebih dari tiga juta orang, padahal
pada 2009 angkanya 800 ribu orang. Diperkirakan pada 2013 jumlahnya
lebih besar lagi. (Rakhmad Zailani Kiki, opini, Republika.co.id,
02/4/2013).
Perilaku homoseksual itu menjadi
ancaman bagi negeri ini. Ia menyebar bak wabah penyakit. Menurut dr.
Rita Fitriyaningsih yang sudah sembilan tahun menjadi mitra LSL atau GWL
(Gay, Waria, Laki-laki seks dengan laki-laki), perilaku gay dapat
menular kepada orang lain. Dengan kata lain, orang yang tadinya tidak
gay dapat menjadi gay jika terus berinteraksi atau berada di dalam
komunitas gay.
Makin meningkatnya orang homoseksual
tentu berkorelasi dengan makin banyaknya kasus sodomi terhadap
anak-anak yang terungkap akhir-akhir ini. Perilaku itu makin mengancam,
sebab orang yang jadi korban pada saat kecil, ketika tumbuh dewasa bisa
berkembang menjadi pelaku. Itulah yang disebut abused abuser cycle
seperti terjadi pada Zainal, salah satu tersangka pelaku pedofilia di
JIS, dan Emon, predator pedofil dari Sukabumi, yang disodomi saat kecil
dan ketika dewasa menjadi predator menyodomi anak kecil.
Perilaku homoseksual juga
menimbulkan ancaman penyebaran HIV/AIDS, bahkan merangsek hingga ke
lingkungan keluarga. Tak hanya mereka yang berperilaku seks bebas dan
menyimpang, ibu rumah tangga dan anak-anak pun sudah mulai terkena
HIV/AIDS.
Data 2012 menyebutkan telah terjadi
peningkatan kasus 7 kali lipat dari 0,1 persen pada 2007 menjadi 0,7
persen pada 2012. Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2007 dan
2011 di sejumlah kota menyebutkan bahwa epidemic HIV menunjukkan
peningkatan hingga 134 persen pada populasi laki-laki suka laki-laki
(LSL) dan meningkat 600 persen pada populasi laki-laki beresiko tinggi
(LBT). (PosKota, 24/4/2014).
Dibingkai Ideologi Sekuler, Diusung Negara Barat
Orang-orang LGBT dan para pendukung
mereka pun makin gencar beraksi dengan mendapat justifkasi dari ide
liberalisme, kebebasan berekspresi yang dibangun di atas ideologi
sekuler yang menafikan agama dari kehidupan. Juga dilegitimasi oleh ide
HAM.
Apalagi setelah mendapat legitimasi
pemimpin Katolik, Paus Franciscus. Paus menyatakan bahwa kaum Gay harus
diberi hak setara dengan manusia lainnya. “Tidak seharusnya kelompok gay
terpinggirkan. Mereka justru harus diintegrasikan dengan masyarakat,”
kata Paus Fransiskus (tempo.com, 29/7/2013). Menurut Paus Fransiskus,
tidak ada otoritas yang berhak menghakimi perilaku kaum gay, otoritas
Gereja sekalipun.
Penyebaran LGBT ke seluruh dunia
makin besar setelah mendapat legalitas dari negara. Sejumlah negara,
terutama di Eropa, melegalkan pernikahan sejenis. Berbagai acara digelar
oleh kaum LGBT dan bahkan telah menjadi semacam acara tahunan di
sejumlah negara Eropa dan Amerika. Homoseksual telah diakui di AS atas
kebijakan Obama. Obama mengangkat sejumlah orang homoseks sebagai
pejabat negara.
Negara Barat, khususnya Eropa dan
AS, mengemban misi membela LGBT dan menyebarkannya ke seluruh dunia. AS
megakui hal itu dalam release kedubes AS “Amerika Serikat Mendukung
Perlindungan Hak Kaum Lesbian, Gay, Transeksual, dan Biseksual” (http://indonesian.jakarta.usembassy.gov/news/embnews_15052012.html).
Di dalamnya dikutip ucapan Obama,
“Saya rasa pasangan-pasangan sesama jenis seharusnya dibolehkan untuk
menikah.” Menlu AS Hillary Clinton memberikan dukungan yang serupa untuk
kaum LGBT dalam sambutan Hari HAM Sedunia di Jenewa pada Desember 2011.
Sejak Juni 2010, ia telah mendeklarasikan, “Hak kaum Gay adalah HAM dan
HAM adalah hak kaum Gay, sekarang dan untuk selamanya.”
Sejak Januari 2009, Menlu Clinton
telah mengarahkan Deplu AS untuk mendukung penuh diciptakannya sebuah
agenda HAM yang komprehensif – sebuah agenda yang meliputi perlindungan
terhadap kaum LGBT. Deplu AS menggunakan segala perangkat diplomatik dan
fasilitas-fasilitas bantuan pembangunannya untuk mendorong
dihapuskannya kekerasan dan diskriminasi terhadap kaum LGBT di seluruh
dunia. Sesuai dengan visi Menlu Clinton, Kedubes AS di Jakarta telah
berusaha untuk mengintegrasikan hak-hak kaum LGBT ke dalam usaha-usaha
untuk mendukung HAM di Indonesia.
“Kepemimpinan AS dalam memajukan HAM
bagi kaum LGBT konsisten dengan kebijakan Pemerintah Obama untuk
membuka hubungan-hubungan mendasar dengan seluruh dunia serta komitmen
kami untuk menjunjung standar-standar universal yang dimiliki oleh semua
orang. Dengan mendukung hak martabat yang dimiliki oleh setiap orang,
kami berusaha untuk membangun sebuah dunia yang adil untuk semua orang.
Dan kami akan memimpin lewat bukti-bukti nyata, dengan cara menyatukan
hal ini sebagai salah satu dari kepentingan-kepentingan strategis AS
sementara kami terus mengembangkan nilai-nilai yang kami junjung.”
Islam Menyelamatkan Umat
Jelas, memberantas penyakit berupa
LGBT haruslah dilakukan sejak akarnya dengan mencampakkan ideologi
sekuler berikut paham liberalisme, politik demokrasi dan sistem
kapitalisme. Hal itu diiringi dengan penerapan ideologi Islam dengan
syariahnya secara total.
Secara preventif, Islam mewajibkan
negara untuk terus membina keimanan dan memupuk ketakwaan rakyat. Hal
itu akan menjadi kendali diri dan benteng yang menghalangi muslim
terjerumus pada perilaku LGBT.
Islam dengan tegas menyatakan bahwa
perilaku LGBT merupakan dosa dan kejahatan yang besar di sisi Allah SWT.
Kejahatan homoseksual oleh kaum Sodom (dari sini perilaku itu disebut
sodomi) kaum nabi Luth, dan Allah membinasakan mereka hingga tak
tersisa.
Islam memerintahkan untuk menguatkan
identitas diri sebagai laki-laki dan perempuan. Allah menciptakan
manusia dengan dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan sebagai
pasangan. Secara fisik maupun psikis, laki-laki dan perempuan mempunyai
perbedaan yang mendasar sesuai fungsi yang kelak akan diperankannya.
Mengingat perbedaan tersebut, Islam telah memberikan tuntunan agar
masing-masing fitrah yang telah ada tetap terjaga. Islam menghendaki
agar laki-laki memiliki kepribadian maskulin, sementara perempuan
memiliki kepribadian feminin. Islam tidak menghendaki wanita menyerupai
laki-laki, begitu juga sebaliknya. Pola asuh orang tua dan stimulasi
yang diberikan kepada anak harus menjamin hal itu.
Rasul melarang laki-laki dan perempuan menyerupai lawan jenisnya.
«لَعَنَ النَّبِيُّ r الْمُخَنَّثِينَ مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنْ النِّسَاءِ»
Nabi saw. melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki (HR al-Bukhari).
Anak-anak pun harus dipisahkan tempat tidur mereka. Rasul bersabda:
« مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ
وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ
أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ »
Suruhlah anak-anakmu shalat pada
usia 7 tahun, dan pukullah mereka pada usia 10 tahun dan pisahkan mereka
di tempat tidur” (HR Abu Dawud)
Dalam pergaulan antara jenis dan sesama jenis, diantaranya Rasul bersabda:
«لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى
عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلاَ
يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَ تُفْضِي
الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ »
Janganlah seorang laki-laki melihat
aurat laki-laki. Jangan pula perempuan melihat aurat perempuan.
Janganlah seorang laki-laki tidur dengan laki-laki dalam satu selimut.
Jangan pula perempuan tidur dengan perempuan dalam satu selimut. (HR
Muslim).
Secara sistemis, negara harus
menghilangkan rangsangan seksual dari publik termasuk pornografi dan
pornoaksi. Begitu pula segala bentuk tayangan dan sejenisnya yang
menampilkan perilaku LGBT atau mendekati ke arah itu juga akan
dihilangkan.
Dan pada bagian ujungnya, Islam juga
menetapkan aturan punitif (hukuman berbentuk siksaan/deraan) yang
bersifat kuratif (menyembuhkan), menghilangkan homoseksual dan memutus
siklusnya dari masyarakat dengan menerapkan hukuman mati bagi pelaku
sodomi baik subyek maupun obyeknya.
« مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ »
“Siapa saja yang kalian temukan
melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual) maka bunuhlah pelaku (yang
menyodomi) dan pasangannya (yang disodomi).” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi,
Ibn Majah, Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi)
Ijmak sahabat juga menyatakan bahwa
hukuman bagi pelaku homoseksual adalah hukuman mati, meski diantara para
sahabat berbeda pendapat tentang cara hukuman mati itu. Hal itu tanpa
dibedakan apakah pelaku sudah menikah (muhshan) atau belum pernah
menikah (ghayr muhshan).
Dengan semua itu, umat akan bisa
diselamatkan dari perilaku LGBT. Kehidupan umat pun akan dipenuhi oleh
kesopanan, keluhuran, kehormatan, martabat dan ketenteraman dan
kesejahteraan. Dan hal itu hanya bisa terwujud jika syariah Islam
diterapkan secara total di bawah sistem khilafah. Wallâh a’lam bi
ash-shawâb. [Al-Islam 705, 9 Rajab 1435 H – 9 Mei 2014 M]
0 comments:
Post a Comment