(Refleksi 91 Tahun Keruntuhan Khilafah)
Berbicara keruntuhan Khilafah maka ada umat akan
mengingat dua hal: Mustafa Kamal at-Taturk dan Inggris. Dua hal ini
saling terkait karena keduanyalah yang menjadi kunci keruntuhan negara
adidaya pada saat itu. Mustafa Kamal adalah agen yang menusukkan belati
beracun ke tubuh Khilafah, sedangkan Inggris adalah pihak yang
menyediakan belati dan racunnya, serta mengatur momen penikaman
tersebut. Akibat tikaman itu darah umat masih menetes dan racunnya masih
mengalir ke jaringan pembuluh darahnya.
Penyebab Kemerosotan
Bila hanya sepintas membaca sejarah tentang keruntuhan Khilafah
Islamiyah, orang akan berpikir bahwa sistem Kekhilafahan sama saja
dengan berbagai kerajaan, kekaisaran atau juga imperium komunisme Uni
Soviet yang juga mengalami keruntuhan. Orang bisa mengatakan bahwa
sistem Khilafah Islamiyah sama rapuhnya dengan sistem lain.
Namun, bila kita mencermati penyebab keruntuhan Khilafah akan
terlihat perbedaan jelas. Sistem politik dan pemerintahan selain Islam
hancur karena ketidakmampuannya mengantisipasi beragam persoalan yang
berkembang, ditambah lagi terjadinya korupsi kekuasaan yang akut.
Berbeda dengan keruntuhan negara-negara adidaya lain, keruntuhan
Khilafah tidak disebabkan oleh persoalan syariah Islam dan ajaran
Khilafah itu sendiri. Syariah Islam tetap relevan dan mampu
mengantisipasi berbagai persoalan yang berkembang. Ada dua hal yang
menyebabkan kemerosotan Kekhilafahan hingga kemudian tenggelam.
Pertama: persoalan internal umat yang sekurangnya merujuk
pada dua hal pokok: adanya kelemahan yang kronis di tengah umat dalam
memahami Islam adanya serta pemisahan antara studi Islam dan aplikasinya
dalam kehidupan. Lalu keteledoran Khilafah dalam melaksanakan syariah
Islam, termasuk dalam menyebarkan Islam ke berbagai negara baik dengan
dakwah maupun jihad.
Kedua: faktor eksternal, yakni datangnya serangan militer
bertubi-tubi dari pasukan Salib maupun Kekaisaran Mongol. Barat, yang
mengalami kegagalan dalam operasi militer terhadap Daulah Islamiyah,
kemudian mengubah taktiknya menjadi perang pemikiran (ghazwah al-fikri) dan kebudayaan (ghazwah ats-tsaqafi).
Taktik non-militer inilah yang kemudian efektif mempercepat
kemerosotan umat Islam dan kehancuran Khilafah Islamiyah. Ini karena
momentumnya bertepatan dengan kian merosotnya pemikiran dan pemahaman
umat terhadap agamanya sendiri. Misalnya, dengan gegabah Daulah Khilafah
mengizinkan berdirinya dua jenis peradilan; peradilan syariah dan
peradilan sipil (mahkamah an-nizhamiyyah).
Infeksi akibat racun pemikiran Barat terhadap tubuh umat makin
menjadi-jadi. Sekolah-sekolah Nasrani berdiri atas izin wali (gubernur)
setempat. Paham feminisme mulai meruyak. Sentimen berbau primordialisme
dan sektarian memperparah kondisi Daulah. Barat, dalam hal ini Inggris,
memunculkan konflik bangsa Arab dengan bangsa Turki. Di mana-mana muncul
sentimen anti-Turki, sedangkan di jantung daulah berkembang sentimen
anti-Arab.
Lewat isu ini pula Inggris berhasil menggunting wilayah kekuasaan
Khilafah hingga terlepaslah sejumlah wilayah seperti di kawasan Hijaz.
Kemudian Inggris mensponsori pemberontakan terhadap berbagai wilayah
Daulah Khilafah, termasuk memperalat kaum Wahabi yang bekerjasama dengan
Kerajaan Saudi untuk menggerus kekuasaan Khilafah Islamiyyah.
Terakhir, Inggris menikamkan belati racunnya ke pusat Khilafah
Utsmaniyah lewat makar yang dipimpin oleh Mustafa Kamal. Lemahnya
kekuatan Khalifah, buruknya pemahaman umat terhadap Islam, menjadi
penyebab leluasanya Inggris dan Mustafa Kamal menghancurkan Khilafah
Islamiyah.
Makar-Makar Politik
Allah SWT berfirman:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka (QS al-Baqarah [2]: 120).
Firman Allah SWT adalah haq. Itulah realitas yang terjadi.
Barat, sebagai garda terdepan dalam upaya menghadang laju kebangkitan
umat, tidak mencukupkan diri dengan sekadar meruntuhkan Kekhilafahan.
Mereka juga bekerja keras untuk mencegah kembalinya kekuatan ini.
Sebagian orang ada yang berkomentar bahwa awareness semacam
ini adalah bagian dari sikap paranoid umat Islam terhadap Barat. Mereka
menyatakan bahwa ada sebagian Muslim yang mengidap ketakutan tak
beralasan terhadap Barat sehingga menempatkan mereka sebagai musuh.
Orang-orang ini, kata mereka, membabi buta membenci Barat dan selalu
mengarang teori konspirasi seolah-olah Barat selalu ada di belakang
setiap kejadian yang merugikan umat Islam baik dalam persoalan politik,
ekonomi, keagamaan bahkan sosial kemasyarakatan. Orang-orang yang
berkomentar seperti ini sebagian dari mereka juga Muslim.
Namun, realitas sejarah menunjukkan bahwa Barat berada dalam banyak
manuver politik yang merugikan umat. Negara-negara Barat seperti
Inggris, Rusia, Prancis dan Italia telah memainkan peran politik begitu
kuat dalam mereduksi kemunculan Islam ideologis. Penjajahan militer plus
kekejaman yang mereka lakukan pasca Perang Dunia I di negeri-negeri
kaum Muslim seperti Aljazair, Sudan, Libya, adalah bukti bahwa pedang
terhunus telah diacungkan ke mata umat sejak lama. Hanya orang pengidap
‘katarak politik’ kronis yang tak melihat realitas politik ini.
Hari ini, ketakutan Barat terhadap kebangkitan Islam ideologis tak
jua surut, malah semakin menjadi. Manuver politik untuk menjegal
kebangkitan Islam pun semakin gencar. Hanya aktor utamanya saja yang
berganti. Bila pada masa kemerosotan Khilafah Islamiyah ada Inggris yang
menjadi pelaku utama, kini Amerika Serikat mengambil alih posisi
sentral tersebut. Namun, bersama dengan negara-negara Barat lain seperti
Inggris, Australia, Prancis dan Jerman, negara Paman Sam melakukan
berbagai kejahatan politik untuk menjegal tegaknya kembali kekuatan
Khilafah Islamiyah.
Ada sejumlah strategi politik yang dirancang Barat untuk menghentikan laju dakwah penegakkan Khilafah Islamiyah:
- Menjajah negeri-negeri kaum M
Jelang keruntuhan Khilafah, negara-negara Barat berulang menyusun
strategi untuk membagi-bagi wilayah Khilafah Islamiyah sebagai daerah
jajahan mereka. Beberapa perjanjian penting itu antara lain Perjanjian
Konstantinopel (18 Maret 1915), Perjanjian London (26 April 1915) dan
Perjanjian Sykes-Pycot (16 Maret 1916).
Meski kini penjajahan secara fisik telah lama ditinggalkan, akan
tetapi pengaruhnya masih terus berlangsung. Beberapa negeri Muslim masih
berada dalam kontrol politik bahkan militer Barat, seperti Aljazair
berada dalam kendali Prancis, negara-negara pecahan Soviet dikendalikan
Rusia, dsb. Pengawasan ini bukan saja sekadar berupa pengendalian,
tetapi juga intervensi politik dan militer. Prancis, misalnya, langsung
turun tangan begitu partai Islam FIS memenangkan Pemilu secara mutlak di
Aljazair pada tahun 1988, karena diketahui FIS mengusung misi
menegakkan Khilafah Islamiyah.
- Mengokohkan paham nasionalisme.
Pasca pembubaran Khilafah Islamiyah oleh Inggris, negeri-negeri
Muslim terpecah-belah menjadi kepingan yang kecil-kecil. Amat penting
bagi Barat untuk melanggengkan kondisi ini. Caranya adalah dengan terus
menerus menanamkan paham nasionalisme-chauvinisme. Pandangan sempit ini
membanggakan kebangsaan mereka dan melupakan akar akidah plus akar
sejarah bahwa umat Islam adalah umat yang satu, terikat dalam ikatan
ideologis ukhuwah Islamiyah. Dengan begitu semangat untuk menegakkan
Khilafah akan terhambat dengan teritori dan paham sempit nasionalisme.
- Mengindoktrinasi para penguasa Muslim untuk menganut paham sekularisme dan sistem pemerintahan demokrasi atau monarki.
Barat amat berkepentingan untuk mengindoktrinasi para penguasa
negeri-negeri Muslim agar memisahkan agama dari kehidupan. Barat
berupaya keras agar agama (Islam) di negeri-negeri Muslim—walau sebagai
agama resmi negara—tidak menjadi asas dan bangunan politik serta
pemerintahan. Islam dibiarkan hidup tetapi sebatas dalam urusan ibadah
serta himbauan moral yang diulang-ulang dan menjemukkan. Dengan situasi
seperti ini maka Barat berharap agar seruan Islam ideologis apalagi
penegakkan Khilafah akan menghadapi barrier politik yang kuat dari masyarakat.
Selain itu, sangat penting bagi Barat memastikan para penguasa Muslim
memberlakukan sistem demokrasi atau monarki. Dalam hal ini Barat
bermain standar ganda. Di kawasan Timur Tengah yang kuat dinasti
politiknya Barat membiarkan praktik politik dan pemerintahan monarki
seperti di Arab Saudi, Kuwait, Qatar, dsb. Barat tidak menggubris saat
sistem politik di sana tidak demokratis, represif dan melanggar HAM
selama para rezimnya menunjukkan loyalitas kepada mereka.
Namun di wilayah lain Barat mendorong terbentuknya pemerintahan
demokrasi seperti di Turki, Malaysia, Indonesia, dsb. Hal ini dilakukan
agar umat Islam lupa akan sejarah Kekhilafahan selain juga agar
senantiasa timbul konflik politik di dalam tubuh umat, seperti yang
terjadi di Malaysia dan Indonesia.
- Membuat klasifikasi kelompok Islam menjadi tradisional, moderat dan radikal; kemudian membuat mereka saling bertikai.
Barat melakukan klasifikasi terhadap spirit keislaman di tengah umat,
lalu mengkampanyekannya. Barat menggolongkan kaum Muslim yang lekat
dengan suasana pesantren—atau istilahnya sarungan—sebagai kelompok Islam
tradisional. Mereka memiliki karakter apolitis dan bertahan dengan gaya
hidup tradisional. Kemudian menyebut kelompok Muslim yang beradaptasi
dengan gaya hidup modern tetapi tetap menampakkan nuansa
keislaman—sekalipun mereka secular—sebagai kelompok moderat. Mereka
terbuka terhadap demokrasi, pluralisme, HAM, dan relatif bersikap
kooperatif dengan Barat. Di sisi lain Barat menggolongkan kalangan
Muslim yang tetap istiqamah dengan syariah Islam, menjauhkan
diri dari pemahaman Barat seperti sekularisme, demokrasi, HAM, dsb,
sebagai kelompok radikal. Mereka juga memiliki cita-cita untuk
menegakkan Kekhilafahan atau Negara Islam.
Barat lalu berpihak kepada kalangan tradisionalis dan moderat,
mempromosikan mereka, mendukung segala sikap keislaman mereka, karena
sikap mereka sama sekali tidak membahayakan Barat, justru memberikan
keuntungan bagi mereka. Barat juga mengkampanyekan kepada dua kelompok
ini agar menempatkan kaum radikal sebagai musuh, dengan mengatakan bahwa
cita-cita melaksanakan syariah Islam, apalagi penegakkan Khilafah
Islamiyah, melanggar spirit keislaman dan kebangsaan
- Menciptakan berbagai ketergantungan kepada Barat, baik dalam bidang politik, ekonomi juga militer.
Dengan wajah manis Barat menyodorkan aneka bantuan dan pinjaman
kepada negeri-negeri Muslim. Namun, semua ekonom di dunia paham, bahwa
bantuan dan pinjaman itu bukanlah ‘makan siang gratis’. Barat memiliki
agenda kepentingan baik mereka tampakkan secara terbuka maupun
tersembunyi. Dalam kasus jatuhnya Presiden Mursi di Mesir, AS berada di
belakang militer Mesir. AS memberikan bantuan kepada mereka asal
menjamin kekuasaan di Mesir tidak berada di tangan kelompok Islam
- Menciptakan monsterisasi khilafah.
Dulu melalui para orientalis, Barat melakukan manipulasi sejarah dan
menciptakan gambaran buruk tentang Kekhilafahan. Para khalifah
digambarkan sebagai orang licik, gemar mengumpulkan gundik, dsb. Pasukan
Islam juga digambarkan buruk perangai dan barbar.
Sekarang monsterisasi itu mendapatkan momentum baru melalui Negara
Islam versi ISIS. Berbagai video eksekusi tawanan perang oleh pasukan
ISIS menjadi alat propaganda Barat kepada dunia, termasuk kaum Muslim.
Bahkan Kekhilafahan itu memang benar seperti yang digambarkan para
orientalis; kejam dan barbar. Keadaan ini menjadi salah satu opini buruk
bagi dakwah penegakkan syariah Islam dan Khilafah.
Khatimah
Berbagai strategi dan upaya makar terus menerus akan dilancarkan
Barat dan para pengikutnya. Sebagian dari umat juga telah tergadai dan
menggadaikan keislaman mereka untuk tunduk kepada Barat. Mereka bahkan
berada di barisan terdepan menghadang laju dakwah penegakkan syariah dan
Khilafah.
Namun demikian, Allah jualah satu-satunya Zat Yang akan melibas makar-makar keji mereka. Selama kaum Muslim istiqamah dalam din
mereka, teguh dalam mendakwahkan Islam, maka Allah akan memberikan
kemenangan demi kemenangan hingga Khilafah tegak seperti yang telah
dijanjikan Allah dan Rasul-Nya.
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tip daya)
mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya walau
orang-orang kafir membencinya (QS ash-Shaff [61]: 8).
[Iwan Januar/Lajnah Siyasiyah DPP HTI]
0 comments:
Post a Comment