Disebutkan bahwa “pertemuan akan diadakan di Teheran dengan dihadiri
oleh semua pihak, dimana dalam pertemuan itu kepemimpinan Iran akan
melakukan tekanan yang nyata pada kedua sisi: al-Maliki dan saingannya
(al-Hakim) dan (al-Shadar) yang menentang Maliki kembali memimpin
pemerintahan untuk masa jabatan ketiga. Sebab Iran takut akan perpecahan
pada Aliansi Nasional, jika runtuhnya dinding kesatuan internal yang
terjadi tidak segera dihentikan. Mengingat, apabila aliansi ini
berakhir, maka itu berarti akhir dari kekuatan Syiah yang membentuk
parlemen dan pemerintah. Dan Teheran sangat tidak diinginkan bahwa itu
terjadi pada Syiah Irak sekarang, dalam konstitusi dan kekuatan
lainnya.”
*** *** ***
Iran tidak menyembunyikan perhatiannya yang berlebihan terhadap Irak
dengan dalih menyatukan “kepentingan bersama” di antara mereka. Bahkan
Iran menjadi penguasa de facto di Irak setelah pendudukan Irak. Sehingga
ada yang mengatakan bahwa Amerika memberikan Irak pada Iran “di atas
piring dari emas”. Sebelumnya, mantan presiden Iran (Ahmadinejad)
menawarkan pelayanannya untuk mengisi kekosongan setelah penarikan
pasukan kaum kafir, dan hampir tidak terputus kunjungan antara kedua
belah pihak untuk meyakinkan tetangga (negeri-negeri Islam) bahwa itu
dilakukan untuk kepentingan rakyat Irak yang menderita akibat para
penguasanya dan mereka yang menisbatkan diri—dengan zalim dan palsu—pada
ilmu syariah melalui simbol-simbol “referensi agama” pada semua pihak.
Orang yang mencermati urusan politik di kawasan Timur Tengah dapat
meletakkan tangan pada satu paket penyebab di balik intervensi
terang-terangan yang membuat Irak menjadi wilayah atau provinsi bagi
Iran. Sehingga Iran dapat berbuat sekehendaknya, dan tidak seorang pun
yang bisa menolaknya. Itulah garis merah. Dan di antara sebabnya adalah:
Pertama, menjamin bahwa pengelolaan urusan Irak sesuai
dengan kebijakan Amerika yang tercermin pada konstitusi Yahudi (Noah
Feldman), dan kesepakatan kerangka kerja strategis (Strategic Framework Agreement)
yang memperketat cengkeramannya pada semua aspek, politik, ekonomi,
pemikiran dan budaya … dengan mempertahankan loyalitas para politisi
baru pada Amerika yang mencetak mereka dan mengharuskan mereka menjadi
penguasa sepanjang hidup di bawah slogan “demokrasi” palsu dan
“peralihan damai” yang diklaim pemerintah.
Kedua, agar Irak tetap—meski untuk saat ini—menjadi pihak
yang membantu rezim kriminal Basyar melalui wilayahnya, dengan bantuan
ekonomi dan militer yang diberikan Irak dan Iran, dengan harapan rezim
kriminal tetap bertahan atau menunda kejatuhannya. Sebab Basyar dan
ayahnya yang telah dikubur itu adalah pemimpin yang melayani kepentingan
Amerika, dan penjaga keamanan Yahudi.
Ketiga, melanjutkan percepatan laju penghancuran Irak dengan
memecah kesatuan wilayahnya melalui “regionalisasi”, menghancurkan
infrastrukturnya, dan merobohkan perekonomiannya dengan mencuri
minyaknya yang dikendalikan Iran dan dengan sepengetahuan Amerika,
merekayasa terbakarnya pusat-pusat perdagangan dan ekonomi, bahkan
membakar kebun-kebun yang produktif sejak puluhan tahun, membiarkan
pabrik-pabriknya yang tidak berproduksi sejak pendudukan, serta
memenjarakan dan membunuh para generasi Irak atas dorongan kebencian
sektarian dengan dalih memerangi terorisme, atau dengan mengirim
kekuatan milisi bersenjata Iran, dan dengan penjagaan pasukan
keamanannya. Semua itu dilakukan agar Irak tetap menjadi negara gagal,
yang hanya melayani untuk tujuan busuk negara-negara kafir Barat.
Begitulah, bahwa kaum Muslim di Irak dan negeri-negeri Muslim
lainnya, tidak akan pernah sembuh dari lukanya hingga mereka menyadari
besarnya kejahatan berhukum dengan sistem buatan manusia yang banyak
kekurangan dan ketidakadilannya. Bahkan itu yang menjadi penyebab
kesengsaraan mereka. Untuk itu singkirkan dari mereka debu kegelapan dan
kemalasan, tempatkan ideologi kufur dan sistemnya di bawah kaki mereka,
dan jangan biarkan mereka beraspirasi dengan angan-angan kosong,
sehingga mereka akan bangkit dengan berserah diri kepada Tuhan mereka,
Allah SWT, dan dengan mengembang agama mereka, Islam sebagai ideologi
dan konstitusi, serta landasan pemikiran dalam semua urusan mereka, juga
berjuang bersama dengan para pejuang yang mukhlis—insya Allah—untuk
merealisasikan pengabdian yang sebenarnya hanya kepada Tuhan mereka
saja, memulai kembali kehidupan Islam dengan mendirikan negara mereka
yang merupakan rahasia kemuliaan dan kekuatannya, yaitu negara Khilafah
Rasyidah kedua yang tegak di atas cara kenabian yang diberkati, untuk
menegakkan qishash (hukuman yang setimpal) terhadap para
musuhnya, dan membawa penduduk bumi keluar dari kegelapan ideologi
jahiliyah menuju cahaya syariah yang memberikan kedamaian dan kasih
sayang. Sehingga mereka diridhai oleh penduduk langit dan bumi.
﴿وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ * بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ﴾
“Dan di hari (kemenangan) itu bergembiralah orang-orang yang
beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Penyayang.” (QS. Ar-Rum [30] : 4-5). [Abu Zaid]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 22/05/2014.
0 comments:
Post a Comment