
Gedung Putih mengklaim, lawatan ke Arab Saudi merupakan agenda
tambahan. Dalam Dalam agenda sebelumnya, Obama dijadwalkanmenghadiri KTT
Nuklir global di Belanda, konsultasi dengan NATO dan Uni Eropa di
Brussels, serta kunjungan ke Italia untuk bertemu Paus Fransiskus dan
pemimpin-pemimpin Italia. Namun,mengingat krusialnya kondisi Timur
Tengah sekarang ini, besar kemungkinan justru kunjungan ke Saudi inilah
merupakan agenda utama Amerika.
Pembicaraan dengan Raja Arab Saudi Abdullah akan memusatkan perhatian
pada isu-isu keamanan regional, termasuk perang di Suriah dan
perundingan internasional dengan Iran terkait perjanjian final tentang
program nuklirnya.
Amerika Serikat sendiri melihat hubungan antara kedua negara adalah
sangat penting. WashingtonPost (3/2) melansir pernyataan Jay Carney,
Juru Bicara Gedung Putih, tentang pentingnya hubungan ini.
“Saudi Arabia dekat dengan Amerika Serikat. Kami memiliki hubungan
bilateral yang luas dan mendalam meliputi masalah-masalah yang luas.
Presiden mengharapkan dengan sangat kunjungan tersebut, dimana akan
dibahas semua masalah dalam pertemuannya … apapun perbedaan yang mungkin
terjadi di antara kami maka itu tidak mengubah hakikat bahwa itu
merupakan kerjasama penting dan sangat erat.”
Kunjungan ini strategis untuk menyelaraskan kepentingan kedua negara
dalam konflik di Suriah. Saudi sendiri disebut-sebut memberikan bantuan
kepada beberapa pasukan perlawanan Suriah melalui Yordania.
Surat kabar Le Figaro Perancis pada 28/10/2013 melansir laporan
jurnalis Georges Malbrunot yang menyatakan setiap minggu 15 ton senjata
sampai ke gudang FSA. Ia mengisyaratkan bahwa pembelian senjata itu
didanai oleh Saudi, dibeli dari pasar gelap di Ukraina dan Bulgaria
sebelum dipindahkan dengan pesawat Saudi ke bandara di selatan Yordania.
Laporan ini juga menyatakan, selama enam bulan pertama tahun ini,
telah sampai sebanyak 600 ton senjata ke para penentang presiden Suria
Bashar Asad melalui Yordania.
Tindakan Saudi ini cukup meresahkan Amerika. Negara Paman Sam ini
khawatir senjata-senjata ini akan jatuh ketangan revolusioner yang
berseberangan dengan Amerika. Apalagi di Saudi ada kekuatan pro Inggris.
Mereka bergerak berdasarkan arahan Inggris dan mengacaukan kepentingan
Amerika. Semua itu membuat Amerika mengkhawatirkan aktifitas Saudi di
front selatan di Suria
Disamping itu ada faktor lain yang berpengaruh. Keluarga Saudi- meski
sekarang ini dipimpin oleh Raja Abdullah dan lingkarannya yang
cenderung berkiblat ke Inggris , namun di Saudi juga terdapat pula ada
orang-orang yang berafiliasi ke Amerika. Untuk itu Amerika memilih
tidak menampakkan permusuhannya dengan Saudi untuk memudahkan
orang-orangnya bermain. Sekaligus untuk mengembalikan pengaruh Amerika
seperti di masa raja Fahd.
Langah-langkah Strategis
Walhasil, pertemuan kedua belah pihak didasarkan kepentingan
menuntaskan perbedaan! Hal ini diterjemahkan dengan langkah-langkah
praktis kedua pihak sebagai langkah-langkah pendahuluan dan
pengkondisian bagi kunjungan Obama.
Diantaranya, Saudi mengeluarkan undang-undang menghukum para kombatan
di luar negeri dan orang-orang yang berafiliasi ke kelompok-kelompok
radikal –qânûn mu’âqabati al-muqâtilîna fî al-khâriji wa al-muntamîna li
at-tiyârâti al-mutatharrifati-” (Al-Iqtisadiya, 3/2/2014). Tentu saja
yang dimaksudkan adalah perang di Suria. Undang-undang itu dikeluarkan
pada 3/2/2014 bersamaan waktunya dengan rencana kunjungan Obama.
Perlu diperhatikan pertemuan Muhamad bin Nayef (menteri dalam negeri)
dengan CIA dan kepala-kepada intelijen lainnya di Washington. Mereka
bertemu dalam rangka mendiskusikan sejumlah persoalan termasuk masalah
Suria.
Jaringan berita Ar-Ruaya (24/2/2014) menyebutkan: Suzan Rice
penasehat keamanan nasional dan Lisa Monaco penasehat keamanan dalam
negeri para Rabu bertemu dengan pangeran Muhammad bin Nayef menteri
dalam negeri Saudi.
Pasca pertemuan itu juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika
Caitlin Hayden menjelaskan ketiga pejabat itu saling tukar pandangan
tentang masalah-masalah regional dan menegaskan komitmen mereka untuk
menguatkan kerjasama antara dua negara.
Sebelumnya, Amerika mengutus menlu John Kerry dua kali pada November
2013 dan Januari 2014. Kunjungan berulang ini untuk menenangkan para
pejabat Saudi berkaitan dengan ikhwal politik Amerika terhadap dengan
Iran dan Suria. Kerry berkali-kali menegaskan komitmen Amerika untuk
tidak mengizinkan Iran mendekati kemampuan memproduksi senjata Nuklir.
Sesuatu yang dikhawatirkan rezim Saudi.
Tegasnya, kunjungan Obama ini merupakan langkah AS menenangkan rezim
Saudi. Mengingat rezim ini sedang gusar dengan berbagai peristiwa di
kawasan itu. Saudi sangat khawatir pergolakan di Suriah akan berimbas
kepada mereka.
Saudi sendiri memang tidak punya niat menolong warga Suria. Malahan
Saudi menginginkan Amerika menuntaskan masalah rezim Suria di Konferensi
Jenewa 1 dan 2 yang didukung oleh keluarga Saud. Dengan itu mereka
terlepas dari dampak revolusi Suria. Jadi perhatian Saudi adalah
mempertahankan kekuasaan dinastinya, bukan darah kaum Muslimin dan
menolong umat Islam di Suriah.
Amerika Serikat dengan kunjungan Obama ini ingin menyakinkan Saudi
bahwa saling mendekatnya AS dengan Iran dan sikap AS di Suria tidak
diarahkan untuk mengganggu tahta kekuasaan Saudi. Amerika tahu bahwa
pusat perhatian keluarga Saud adalah kursi kekuasaan, bukan berapa
jumlah umat Islam yang terbunuh dan terluka di Suriah.
Meskipun mengklaim kunjung Saudi hanyalah tambahan agenda, namun
diduga kunjungan Obama ke Saudi adalah yang paling utama. Obama akan
berusaha meyakinkan pemerintah Saudi bahwa kursi mereka terjaga.
Hubungan AS dengan Iran dan Irak dan di Suriah, Lebanon dan Yaman
tidak diarahkan menentang pemerintah Saudi. Akan tetapi, adalah
menentang apa yang disebut “terorisme”. Pada konteks ini Obama akan
memuji langkah-langkah Saudi dalam keputusan-keputusannya melarang
orang-orang Saudi pergi berperang di Suriah.
Semuanya Pion-pion Catur Negara Imperialis
Apakah itu Iran, Arab Saudi, Turki, Yordania ataupun Qatar, semua
negara Muslim ini hanyalah pion-pion pada papan catur, yang dimiliki dan
diatur oleh Amerika Serikat. Meskipun berbagai pertemuan, konferensi
dan pertemuan puncak negara-negara Muslim, mereka tidak menyajikan
solusi lain selain melaksanakan apa yang dikembangkan di London, Paris
dan Washington.
Peran Arab Saudi adalah memberikan senjata kepada kelompok perlawanan
pro Saudi untuk menciptakan hubungan ketergantungan. Arab Saudi saat
ini adalah negara utama yang membiayai dan mempersenjatai penentang
Assad. Arab Saudi memang memiliki tujuan tersendiri untuk melawan
pengaruh Iran di Suriah.
Turki telah memainkan peran sentral dalam memberikan tempat dan
bangunan bagi strategi Amerika dalam membawa wajah-wajah baru yang setia
untuk bernegosiasi dengan rezim. Turki melatih para pembelot dari
Tentara Suriah di wilayahnya. Pada Juli 2011 sekelompok dari mereka
mengumumkan lahirnya Tentara Pembebasan Suriah (FSA) di bawah pengawasan
intelijen militer Turki. Turki telah menempatkan pimpinan FSA, dan
wilayah Selatan Turki telah digunakan untuk menyelundupkan senjata ke
Suriah.
Qatar telah mendanai revolusi Suriah dengan uang senilai $ 3 milyar
ketika revolusi berkembang. Seperti Arab Saudi, Qatar menari mengikuti
lagu-lagu dari Barat dalam membentuk bersama kelompok oposisi yang
loyal. Qatar tidak mengajukan solusi baru untuk masalah-masalah di
wilayah itu, tetapi mengambil bagian dalam pelaksanaan, memberikan
tempat, mengatur dan membawa berbagai pihak dalam konflik secara
bersama-sama. Semua kelompok dan faksi yang didukung dan diberikan
tenpat oleh Qatar adalah memusuhi AS. Qatar sebenarnya berada di garis
depan dalam semua strategi yang dirancang Uni Eropa untuk Suriah.
Yordania tidak menyimpang dari peran historisnya dalam mendukung
tujuan-tujuan Barat di wilayah tersebut. Peran utama Yordania adalah
memberikan tempat bagi CIA dan pasukan khusus AS yang telah melatih para
pasukan perlawanan Suriah yang berperang di selatan negara itu.
Yordania juga telah menjadi salah satu rute utama yang dilalui
senjata-senjata yang masuk ke Suriah. Seperti Qatar, Yordania sangat
penting untuk mengatur aliran senjata bagi kelompok-kelompok perlawanan
yang moderat yang tepat dan ramah kepada Barat
Iran telah memainkan peran langsung dalam mempersenjatai, mendanai
dan menopang rezim al- Assad. Rezim Iran mempertahankan hubungan
dekatnya dengan pimpinan Suriah untuk bertindak sebagai sebuah blok di
wilayah tersebut. Ketika rezim al- Assad berada di ambang kehancuran,
Iran campur tangan dan datang untuk menyelamatkannya melalui penggelaran
pasukan Garda Revolusi (IRGC). (Farid Wadjdi dari berbagai sumber)
0 comments:
Post a Comment