
Menurutnya, pernikahan beda agama jelas tidak memenuhi syarat yang
sah dalam pandangan syariat Islam. Nikah beda agama hanya dibolehkan
kepada lelaki Muslim yang menikahi perempuan ahlul kitab saja, itu pun dengan syarat yang ketat.
“Bila tidak sah dalam pandangan agama, artinya ya perzinaan. Kalau
dipaksakan pernikahan yang tidak sesuai agama ini, dengan adanya
legalitas secara adminstratif berarti ada legalitas perzinaan,”
jelasnya.
Secara empiris, menurut Iffah, pernikahan agama yang terjadi selama
ini juga menjadi salah satu cara untuk memurtadkan orang Islam. Pada
awalnya pasangan yang menikah beda agama bisa jadi masing-masing
mempertahankan agamanya. Tetapi pada perkembangannya, banyak warga
Muslim pindah agama mengikuti pasangannya setelah menikah sekian lama.
Belum lagi nanti anak-anak yang dilahirkan, setelah orang tuanya
dalam kondisi demikian tentu anak-anaknya mengikuti salah satu agama
orang tuanya. “Yang sangat kita kuatirkan, karena sudah banyak kejadian
menimpa Muslim, anak-anak mereka tidak bisa diarahkan pada Islam bahkan
si orang tua yang Islamnya pun, menjadi non Muslim,” ujarnya.
Racun Liberalisme
Upaya melegalkan pernikahan beda agama merupakan manivestasi dari
racun liberalisme. “Motifnya jelas adalah liberal, ingin negeri ini
lepas dari aturan-aturan Allah SWT!” ungkapnya.
Iffah juga melihat ada sebagian kelompok liberal justru mengatakan
selama ini dengan tidak adanya legalitas untuk pernikahan beda agama ada
banyak pasangan yang ingin menikah namun terganjal aturan
administriatif tersebut, akhirnya salah satu pasangannya berpura-pura
masuk ke agama lain, ini dianggap sebagai hipokrisi atau kemunafikan,
yang bertentangan dengan HAM.
“Saya kira pandangan seperti ini menunjukkan ingin mengedepankan
keinginan individu-individu orang yang sudah sangat dimabuk cinta untuk
melegalkan keinginannya dengan melawan aturan agama,” pungkasnya.
Saat ini, sejumlah alumnus dan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) mengajukan judicial review
Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan. Mereka hendak meminta tafsir kepada
majelis hakim konstitusi mengenai keabsahan pernikahan beda agama bila
mengacu ke pasal itu. (mediaumat.com, 9/9/2014)
0 comments:
Post a Comment