Pengamat
Sosial Iwan Januar menyatakan di tahun 2013 sosial budaya semakin rusak
dan liberal. “Demokrasi yang digadang-gadang mampu melahirkan tatanan
masyarakat yang lebih baik ternyata sebaliknya. Masyarakat kian liberal
dan terputus jalinan persaudaraannya,” ungkapnya kepada mediaumat.com, Jum’at (27/12) melalui surat elektronik.
Ia mengingatkan selama 2013, konflik
antar anggota masyarakat berlangsung hampir setiap saat. Setiap masalah
berujung kepada kekerasan, anarkisme. Bentrok antarkampung, antarsuku,
antarpreman, antarsekolah, antarormas, antarpendukung calon kepala
daerah, bahkan antargeng mewarnai pemberitaan televisi. Dan negara
dibuat tak berdaya.
“Budaya kekerasan ini berimbas kepada
lahirnya manusia-manusia sadis. Kriminalitas tumbuh sampai taraf yang
mengkhawatirkan. Pembunuhan terjadi dengan berbagai modus,” simpul
anggota Lajnah Siyasiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia tersebut.
Ia pun mencontohkan berbagai kasus
yang diangkat media massa. “Ada mutilasi (kasus Benget di Jakarta Timur)
bahkan kepada orang terdekatnya (istri), menggunakan pembunuh bayaran
(kasus Holly), dibunuh lalu dimasukkan koper (kasus Tante Heny), dibunuh
pasangan suami istri (kasus penari telanjang) dan sebagainya.”
Sementara di kalangan remaja terjadi
degradasi moral yang luar biasa. Seks bebas menggejala. Video mesum tak
hanya dibuat kalangan dewasa, tapi remaja bahkan siswa SMP. Bahkan ada
pelajar SMP di Surabaya yang menjadi mucikari untuk kawan-kawannya
sendiri. Tak heran jika sekarang anak seusia SD pun ada yang melahirkan
(kasus di Musi Banyuasin, Sumsel).
Tingginya angka perilaku seks bebas
berimbas pada bertambahnya jumlah pengidap HIV/AIDS di kalangan remaja.
Nah, demi mengerem wabah penyebaran virus HIV, pemerintah melalui Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) bersama DKT Indonesia dan
Kementerian Kesehatan kemudian menggelar Pekan Kondom Nasional (PKN)
pada 1 Desember hingga 7 Desember lalu dengan membagikan kondom secara
gratis. Kebijakan ini disinyalir akan kian menyuburkan seks bebas.
“Tapi program ini dihentikan di tengah jalan setelah mendapat tantangan keras dari berbagai pihak,” terangnya.
Di sisi lain, pendidikan yang
diharapkan mampu melahirkan generasi terbaik, gagal. Banyak koruptor
justru pernah mengenyam pendidikan tinggi. Bahkan diantaranya ada yang
bergelar profesor dan doktor.
“Terbukti, pendidikan yang berjalan
kering dari nilai-nilai moral dan etika, apalagi agama. Yang terlahir
justru generasi yang permisif, hedonis, materalis, dan individualis,”
ungkapnya.
Pemerintah sendiri seperti tak peduli
dengan nasib generasi ini. Perhelatan Miss World digelar di Indonesia
dengan berbagai dalih. Padahal semua tahu perhelatan itu adalah ajang
eksploitasi wanita oleh kaum kapitalis.
“Akibat tekanan dari berbagai pihak,
khususnya dari kalangan ormas Islam, akhirnya kontes Miss World
dipindahkan ke Bali. Seolah dengan cara itu pemerintah telah berbuat
kebaikan, padahal esensi ekploitasinya tetap saja terjadi,”
pungkasnya.[] Joko Prasetyo
0 comments:
Post a Comment