Penentangan
terhadap serangan drone AS di Yaman semakin meluas. Disamping
kemarahan masyarakat yang sering menjadi korban serangan, parlemen
Yaman pada ahad (15/12) juga menolak.
Seperti yang dilaporkan BBC online (16/12) parlemen di Yaman melalui
pemungutan suara hari ahad (15/12) menentang penggunaan pesawat tak
berawak atau drone milik Amerika Serikat untuk menyerang kelompok yang
diklaim Barat militan yang memiliki hubungan dengan Al Qaida.
Mayoritas anggota parlemen menolak operasi Amerika setelah serangan
dengan pesawat tak berawak pada pekan lalu salah sasaran dan menewaskan
15 orang yang tengah menghadiri pernikahan.
Pernyataan yang dikeluarkan parlemen menyebutkan warga sipil perlu
mendapat perlindungan sementara pada saat yang sama kedaulatan Yaman
juga perlu dihormati.
Suara menentang penggunaan pesawat tak berawak mencerminkan kemarahan yang meluas di Yaman.
Namun banyak kalangan mengatakan penentangan dari parlemen ini diperkirakan tidak banyak mengubah keadaan.
Pemerintah Yaman secara terbuka menyetujui operasi pesawat tak berawak Amerika melawan kelompok-kelompok militan.
Yaman mengalami gangguan stabilitas dan keamanan sejak presiden yang
lama berkuasa, Ali Abdullah Saleh mundur pada 2012, menyusul gerakan
perlawanan rakyat.
Krisis politik menyebabkan gangguan keamanan yang serius terutama di kawasan selatan yang bergolak.
Leluasanya Amerika dengan pesawat drone membunuh kaum muslim, tidak
bisa dilepaskan dari penguasa-penguasa negeri Islam yang menjadi boneka
Barat. Seperti penguasa Pakistan dan Yaman alih-alih melindungi
rakyatnya sendiri, malah membiarkan Amerika untuk melakukan aksinya
tanpa perlawanan.
Namun nasib penguasa boneka ini tidak akan lama, umat Islam yang
sadar akan segera menumbangkan mereka. Umat Islam pun akan bergerak
mewujudkan sistem Khilafah Islam dengan pemimpin yang amanah dan menjadi
pelindung rakyat. (AF)
0 comments:
Post a Comment