Demikian diungkapkan Abdul, salah seorang penanya dalam acara Diskusi
Publik bertajuk: Pemilu 2014, Memberikan Harapan Kesejahteraan ataukah
Hanya Ilusi yang digelar Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kabupaten
Wakatobi, di Gedung Wanita, Minggu (23/3) lalu. “Sangat ingin dan setuju
kita dalam naungan khilafah. Caranya bagaimana untuk mewujudkan tujuan
tersebut,” tanyanya.
Acara yang dipadati peserta tersebut mendapat antusias dari warga
setempat. Peserta lainnya, Abdul Gani SPd menyatakan salut dengan acara
yang digelar HTI. Menurut Caleg Partai Nasdem ini Pemilu hanya
angan-angan, pembohongan. Meski Caleg, dia mengaku tidak memberikan apa
pun kepada pemilih.
Sementara itu, Abdul Wahid, juga peserta mempertanyakan kalau HTI
merupakan Parpol, mengapa tidak tercantum sebagai kontestan Pemilu yang
dicoblos pada pesta demokrasi nanti. Lanjutnya, kalau demikian lantas
apakah yang bisa mensejahterakan rakyat.
Terakhir, Hamli menyatakan Pemilu hanya menjanjikan kesejahteraan
sesaat dalam bentuk bagi-bagi uang, sementara rakyat menghendaki
kesejahteraan jangka panjang.
Menjawab pertanyaan tersebut, Irwansyah Amunu, Ketua DPD II HTI
Sultra Kepulauan menyatakan memang kepercayaan masyarakat terhadap Caleg
semakin menipis. Apalagi menurut Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja,
khusus di Indonesi empat tahun berturut-turut rangking teratas korupsi
adalah DPR. Tak heran bila dalam Pemilu tiga kali terakhir, tahun 1999,
angkat golput hanya 10,21 persen, kemudian Pemilu 2004 menjadi 23,34
persen, dan 2009 sudah mencapai 29,01 persen.
Hizbut Tahrir, merupakan Parpol. Secara bahasa, hizb artinya partai,
tahrir bermakna pembebasan. Tidak masuk ke parlemen karena merujuk
dakwah rasul yang dalam memperjuangkan Islam tidak menggunakan instrumen
kafir Qurais meski dengan segala bujuk rayu. Namun demikian Nabi
Muhammad SAW berhasil mendirikan negara Islam di Madinah walaupun tidak
berkolaborasi dan menggunakan cara yang ditawarkan kaum kufar tersebut.
Bukan hanya itu, sejarah perubahan di dunia, tidak ada satu pun lewat
parlemen. Diantaranya, revolusi industri di Inggris, Prancis, dan
kejatuhan Nicolas Tsar II di Rusia.
Nah, terkait Pemilu, umat harus mengetahui Islam punya rambu-rambu,
karena hal tersebut berkaitan dengan akad wakalah atau keterwakilan.
Empat rukunnya harus terpenuhi yakni muwakkil (pihak yang mewakilkan),
wakil (pihak yang diwakilkan), shighat at-tawkil (redaksional
perwakilan), dan al-umuur al-muawakkal biha (perkara yang diwakilkan).
“Akad wakalah dalam pemilu (dalam konteks memilih wakil rakyat)
adalah batil, disebabkan karena perkara yang diwakilkan (menetapkan
hukum) bukanlah perkara yang diperbolehkan syariat. Begitu pula dengan
melantik presiden ataupun wakilnya, ini pun adalah perkara yang batil,
karena sesungguhnya ketika mereka melakukan itu, maka mereka telah
mendukung sistem sekularisme, sistem yang secara tegas memisahkan agama
dari kehidupan bernegara (fashl ad-din an al-hayah), dengan kata lain,
mereka mendukung hukum-hukum Islam dipinggirkan dari kehidupan
bernegara,” bebernya.
Soal kesejahteraan, terbukti sistem sekularisme hanya bisa
menjanjikan namun sulit merealisasikan. Terbukti, hingga kini kemiskinan
masih menjadi potret akrab dalam kehidupan sehari-hari. Sementara
Islam, dalam sejarah selama sekitar 13 abad masa Kekhilafahan terbukti
mampu mewujudkan kesejahteraan hingga meliputi 2/3 belahan bumi.
Sementara itu, pembicara lainnya, Sunarwan Asuhadi SPd MSi, akademisi
Wakatobi menyatakan dalam kondisi kekinian, antara demokratisasi dan
kesejahteraan tidak berjalan linier. Terbukti banyak negara yang tinggi
indeks demokratisasinya namun rendah dalam hal kesejahteraan.
Sebelumnya, Ketua DPD II HTI Wakatobi, Sania Abu Azzam menyatakan
acara tersebut digelar untuk memberikan kecerdasan kepada umat sehingga
memiliki pemahaman politik Islam yang benar.(butonpos.com,24/3/2014)
No comments:
Post a Comment